Sungguh Sangat Disesalkan ....!! Operasi Pembebasan Tawanan Abu Sayyaf Masih Banyak Kenadala


Istana Kepresidenan mendadak ramai pada Kamis sore 31 Maret 2016. Semua pentolan aparat keamanan dan Kementerian Luar Negeri menghadap Presiden Jokowi. Mereka membahas bagaimana caranya menyelamatkan 10 WNI yang masih disandera Abu Sayyaf. 

10 WNI yang bekerja sebagai anak buah kapal itu disandera kelompok perompak berbahaya itu waktu kapal mereka masuk perairan Filipina. Ada 2 kapal yang dibajak yaitu kapal Brahma 12 dan kapal Anand 12. Keduanya mengangkut batu bara seberat 7. 000 ton. 

Pemerintah bingung karena operasi penyelamatan WNI terganjal sikap Filipina. Jokowi juga segera melakukan komunikasi intensif dengan Presiden Filipina Benigno Aquino III. 

 " ‎Lagi ada perbincangan pada presiden kita dan presiden mereka, " kata Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis 31 Maret 2016. 

Entah apa yang dibicarakan pada Jokowi dan Benigno. Namun, sikap Filipina yang menolak bantuan RI untuk membebaskan beberapa sandera Abu Sayyaf membuat pemerintah ketar-ketir. Sutiyoso menilai, penolakan itu karena tingginya harga diri Filipina. 

Presiden Joko Widodo waktu di tanya wartawan terkait kisruh pencatutan namanya dan Wapres Jusuf Kalla oleh seorang anggota DPR serta pengusaha untuk jatah saham PT Freeport Indonesia di Istana Negara,

 " Ya mereka mungkin harga diri, reputasi jadi pertimbangan segala macam, " kata dia. 

Armed Forces of The Philippines (AFP) beralasan, angkatan bersenjata negara lain tidak dapat masuk ke negaranya tanpa kesepakatan khusus. 

 " Ya, bila ada penyanderaan disini ya kita selesaikan sendiri, makanya itu perlu koordinasi, " tegas mantan Gubernur DKI Jakarta ini. 

Hal yang membuat cemas pemerintah, yaitu karena sampai sekarang ini militer Filipina sendiri belum dapat menyelamatkan 6 warga negaranya yang juga disandera Abu Sayyaf. Walau sebenarnya pasukan Indonesia dinilai jauh lebih mumpuni. 


Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) siap membantu pembebasan WNI yang disandera Abu Sayyaf. 


 " Kalau pasukan kita itu begitu qualified (mumpuni) ya, " tegas mantan Gubernur DKI Jakarta itu. 

Meski kecewa dengan sikap Filipina, namun pemerintah RI meminta otoritas negara itu menjamin keselamatan WNI. 

 " Kita juga bekerjasama dengan pemerintah Filipina meminta jaminan keselamatan, supaya beberapa warga negara kita yang ditawan itu segera untuk dibebaskan, " kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Tidak Tinggal Diam 

 Prajurit TNI AL mengikuti upacara perayaan Hari Korps Marinir TNI AL yang ke-70 di Markas Marinir Cilandak, Jakarta Selatan,  Pada kesempatan ini mengusung tema 'Kuat Bersama Rakyat Berkarakter Maritim'. (Liputan6. com/Helmi Afandi) 

P‎enolakan bantuan itu juga tidak membuat pemerintah Indonesia diam dan menunggu. Beberapa langkah sudah disiapkan. Tetapi, hal semacam itu tidak dapat diungkap ke publik. 

 " Menlu sudah ada langkah-langkah yang dilakukan namun belum dapat diumumkan pada publik, " tegas Pramono. 

Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi menyampaikan, pemerintah siap bekerja keras supaya para WNI ini dapat lepas. 

 " Penjajakan pilihan terbaik selalu dilakukan, " kata Menlu Retno. 

Walaupun demikian, Menlu menolak membeberkan, pilihan apa yang akan di ambil Kemlu. Dia cuma meyakinkan akan koordinasi antar instansi terkait kiat pembebasan selalu dilakukan. 

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno LP Marsudi berpose usai melakukan pertemuan di Gedung Pancasila, Jakarta, (12/1).

 " Dalam 3 hari terakhir, koordinasi serta komunikasi semakin diintensifkan, " ucap Retno. 

Data Indonesia Liason Officer TNI, 10 nama kru kapal yang disandera, yaitu Peter Tonsen Barahama, Julian Philip, Alvian Elvis Peti, Mahmud, Surian Syah, Surianto, Wawan Saputra, Bayu Oktavianto, Reynaldi, dan Wendi Rakhadian. 

Sementara dari info intelijen, di ketahui bukan sekedar WNI saja yang jadi sandera. Ada juga 11 WNA dari beragam negara yang jadi sandera. Sebanyak 6 orang datang dari Filipina, lalu 2 itu dari Kanada, 1 Belanda, 1 Italia, serta Norwegia. 

Pembajak meminta tebusan sekitar Rp 14, 2 miliar untuk membebaskan semua awak kapal asal WNI.

Sumber;Liputan 6.com